CIKPUAN – Imam Bukhari adalah pakar hadis terkemuka. Kitab sahihnya bersama Shahih Muslim dinisbatkan oleh Imam Nawawi menjadi kitab tersahih kedua setelah Alquran. Kitab hadis ulama yang memiliki nama asli Muhammad bin Ismail bin Ibrahim bin Al-Mughirah Al-Ju’fi Al-Bukhari ini menjadi rujukan seluruh kaum Muslimin.
Susunan kitab sahih ulama asal Bukhara, Uzbekistan, ini dikenal sangat ketat dan teliti dalam jalur periwayatan. Namun siapa sangka di antara ribuan sanad Bukhari, tercatat satu nama Muslimah. Dia adalah Karimah binti Ahmad al-Marwaziyyah.
Karimah adalah Muslimah yang didaulat sebagai ulama hadis dari kaum hawa. Bahkan, ia dikenal sebagai Muslimah pertama yang mempelajari hadis Bukhari secara utuh. Al-Marwaziyyah terlahir pada 365 H di Marwa.
Kecerdasaan yang dibangunnya sejak muda membawanya mendapatkan pujian dari berbagai kalangan. Ia pun giat mengumpulkan hadis-hadis dan mempelajarinya. Hingga kini, peran dan kontribusinya dalam menjelaskan hadis riwayat Bukhari tak diragukan. Bahkan, keberadaanya diibaratkan sebagai tiang tengah penyangga hadis-hadis Rasulullah SAW.
Sejarawan ad Dzahabi menggambarkan Karimah sebagai sosok Muslimah nan agung, ahli ilmu, dan memiliki sanad hadis yang berkualitas. Sanadnya kepada Bukhari, ia peroleh dari Abu Haitsam al-Kusymahani, Dhahir Ibnu Ahmad Assarkhasi, dan Abdullah Ibnu Yusuf bin Bamuwaih as-Ashabahani.
Riwayat lain menyebutkan, al-Marwaziyyah disebut sebagai muhadis (sebutan untuk ahli hadis yang teliti dan cermat). Sejak kecil, ia pun telah dikenal dengan kecerdasan dan kriteria perawinya. Tak hanya itu, sifat jujur, amanah, dan ketaatannya telah melekat pada dirinya sejak dini.
Imam Abu Ghanaim mengisahkan, Karimah pernah memberikan riwayat shahih Bukhari kepadanya. Kemudian, Ghanaim menyalinnya ke dalam tujuh bagian. Setelah usai, Ghanaim membacakannya di hadapan Karimah.
Suatu ketika, saat menyalin hadis-hadis berikutnya, Abu Ghanaim bermaksud menyalin sendiri tanpa harus membacakan kembali hadis-hadis itu di hadapan Karimah. Saat al-Marwaziyyah mendengar hal itu, ia berkata, “Tidak bisa, kamu harus membacakannya lebih dahulu di hadapanku untuk aku periksa.”
Kejujuran dan ketaatan dalam menjaga amanah menumbuhkan kepercayaan para ulama guna menimba ilmu kepada Muslimah yang dikenal pula dengan Ummul Kiram (ibu orang-orang mulia).
Mengamalkan ilmu yang dimiliki, ia tak pernah ragu akan hal itu. Ia pun tak pernah membedakan orang yang datang menuntut ilmu kepadanya. Ia menerima siapa pun yang hendak belajar kepadanya, baik wanita maupun laki-laki.
Keistimewaannya itu semakin diperkuat dengan budi pekerti dan ketekunannya dalam beribadah. Tercatat, di antara sosok ahli imu yang belajar kepadanya, Hafidz Abu Bakar al-Khatib, Abu Thalib Inu Muhammad Zainabi, dan as-Sam’ani.
Bahkan, tak sedikit dari mereka yang menyarankan para muridnya untuk belajar kepada Karimah. Khususnya dalam mengambil hadis riwayat Bukhari. Dalam daftar nama itu, terdapat pula nama al-Khatib al-Baghdad, penulis kitab sejarah ternama Tarikh Baghdad.
Ilmu yang dimilikinya, ia tumpahkan pula dalam karya tulis. Disebutkan, karya tulis yang dihasilkan sepanjang hidupya mencapai 100 kitab. Ia juga termasuk salah satu ahli ilmu yang tidak terlalu memperhatikan kehidupan pribadinya di dunia.
Ada yang menyimpulkan, kesibukannya mendalami dan mencintai ilmu menjadi alasan Karimah tidak menikah. Perihal itu, dibuktikannya dengan tinggi dan luas ilmu yang dimilikinya. Sehingga, ia pun ditempatkan sebagai ahli hadis perempuan.
Ad Dzahabi mengatakan, Muslimah yang bergelar Siti al-Kiram ini wafat di Makkah pada 463 H, saat berusia 100 tahun. Ia meninggalkan beberapa murid sebagai bukti kecerdasannya, seperti al Khatib, al Baghdadi, dan al Humaidi.
Dedikasinya dalam ilmu hadis diabadikan dalam sebuah kitab al-I’bar.Di dalamnya tertulis berbagai peristiwa yang terjadi pada 463 H.
Dikisahkan, pada tahun tersebut, Karimah binti Ahmad bin Muhammad bin Hatim, Ummul Kiram al-Marwaziyyah yang tinggal di Makkah meninggal dunia. Ia meriwayatkan kitab Shahihul Bukhari dari al-Kusymihani.**/zie/rol