Guru SMPN I Lamongan Gunduli 14 Siswi Gegara Tidak Pakai Ciput

BNEWS – Sebanyak 14 orang siswi kelas IX SMPN 1 Sukodadi, Lamongan, Jawa Timur, digunduli oleh seorang guru dengan inisial EN, hanya karena mereka tidak memakai ciput atau dalaman jilbab.

Guru ini saat masuk kelas mendapati 14 siswi yang mengenakan jilbab tetapi tak menggunakan ciput di dalamnya. EN lalu menghukum belasan siswi itu dengan memotong rambut mereka menggunakan mesin cukur. Akibatnya kepala para siswi itu jadi botak sebagian.

Tentu saja aksi yang dilakukan salah satu guru itu jadi polemik karena sejumlah wali murid tak terima dan protes anaknya digunduli.

Menurut Kepala SMPN 1 Sukodadi, Harto mengatakan, peristiwa itu terjadi pada Rabu (23/8/2023). Harto juga mengatakan, sebenarnya tak ada aturan yang mewajibkan siswi harus mengenakan ciput di SMPN 1 Sukodadi.

Lalu mediasi digelar keesokan harinya, Kamis (24/8/2023), dengan dihadiri Harto, guru berinisial EN dan 10 wali murid yang anaknya jadi korban pembotakan. Saat itu wali murid dan guru pelaku penggundulan itu sepakat saling memaafkan. EN mengaku perbuatannya sudah salah.

Bagaimanapun juga, menurut Harto, perbuatan EN itu tak dapat dibenarkan. Dia pun sudah melaporkannya ke Dinas Pendidikan Lamongan.

Saat ini EN pun ditarik oleh Dinas Pendidikan Lamongan dan dilarang mengajar di SMPN 1 Sukodadi hingga waktu yang belum ditentukan.

“Itu tindakan salah. Itu sudah kami laporkan ke dinas dan sekarang gurunya sudah ditarik ke dinas untuk pembinaan. Enggak ngajar,” kata Hasto.

Kini, Harto sedang berupaya mencari psikolog untuk mendampingi siswi-siswi yang digunduli itu. Ia berharap anak-anak didiknya itu tak trauma berkepanjangan.

Sementara itu Pemerhati Pendidikan dan Pengurus Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Jawa Timur, Isa Ansori mengatakan, aksi EN tidak layak disebut sebagai pembinaan guru kepada murid.

“Penggundulan terhadap rambut siswi putri di sekolah itu menurut saya itu sudah kategori kekerasan terhadap anak,” kata Isa kepada CNNIndonesia.com, Rabu (30/8/2023).

Menurut Isa, apa yang dilakukan EN sudah tak sesuai dengan konsep Sekolah Ramah Anak sebagaimana dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 82 Tahun 2015, dan implementasi Merdeka Belajar di Permendikbud Nomor 57 Tahun 2021.

Melihat permasalahan ini, LPA Jatim pun meminta ada langkah tegas menyikapi perbuatan EN. Pertama sekolah atau pihak yang berwenang dalam hal ini ialah Dinas Pendidikan Lamongan, harus memberi persamaan persepsi tentang aturan pasti penggunaan jilbab.

LPA Jatim juga meminta EN tak cuma disanksi. Ia juga wajib membayar restitusi kepada siswi yang jadi korban. Sebab perbuatannya itu sudah menyebabkan kerugian materiel dan immateriel.

Sementara itu, Dosen Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Muhammadiyah Surabaya (UMS) Holy Ichda Wahyuni mengatakan, mendidik dengan kekerasan bukan solusi dalam penanaman pendidikan karakter.

Menurutnya, tokoh bangsa Ki Hajar Dewantara telah menanamkan konsep pendidikan humanis, harapannya agar upaya guru mencerdaskan anak bangsa, membangun keterampilan dan karakter dilakukan dengan cara yang memanusiakan manusia.

“Zaman sudah berganti, banyak pendekatan yang bisa diterapkan untuk mendidik karakter siswa atau anak, apalagi konteksnya anak remaja,” kata Holy.**/ara

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *